Selasa, 24 November 2009

Dampak Lingkungan Terhadap Psikologis Anak

Nama: Rera Annorista

NPM: 10080007088

Kelas: A

Film The Good Son berdurasi 84 menit ini, mengisahkan dua orang anak yang menjadi psikopat karena dampak dari kejadian-kejadian buruk yang terjadi dalam hidup mereka. Seperti Mark yang selalu berkhayal ibunya belum meninggal dan Henry yang menjadi psikopat karena merasa semua orang selalu memiliki apa yang tidak bisa ia miliki.

Diawali dengan cerita kematian ibu Mark Evans karena kanker yang selama ini dideritanya. Mark yang saat itu masih berusia duabelas tahun begitu terpukul atas kejadian tersebut dan akhirnya selalu mengalami delusinasi bahwa ibunya masih hidup dan selalu berada di dekatnya. Di kala Mark mengalami hal itu, Jack Evans, ayahnya justru harus pindah ke luar kota untuk urusan bisnis sehingga menitipkannya kepada keluarga pamannya, Wallace Evans.

Keluarga Wallace Evans memiliki seorang anak laki-laki, Henry Evans dan anak perempuan, Connie Evans. Karena merasa memiliki teman yang sebaya, Henry dan Mark pun akhirnya berteman akrab dan sering bermain bersama hingga akhirnya Mark mengetahui bahwa Henry bukanlah anak baik seperti yang terlihat dalam keluarganya. Henry diam-diam merokok, bahkan beberapa kali mengajak Mark ikut merokok.

Konflik pada film ini mulai terasa pada saat Mark mulai merasa tidak nyaman dengan tingkah laku Henry yang aneh dan menakutkan. Misalnya, pada saat Henry menceritakan tentang adiknya, Richard Evans yang masih berumur tiga tahun tenggelam di dalam bathtub beberapa bulan yang lalu. Mark merasa bahwa Henry mempunyai sifat antisosial dan suka melakukan kekerasan. Persepsinya ini semakin menguat ketika Henry mengajaknya bermain dengan alat panah yang diciptakannya sendiri.

Henry memang terlihat sebagai anak yang baik dalam keluarga Wallace Evans, namun ia juga mempunyai hobi yang sedikit aneh, yaitu menciptakan alat-alat atau mainan yang bisa membahayakan makhluk hidup lain. Seperti busur panah dengan peluru berupa mur yang ditunjukkan kepada Mark yang akhirnya digunakan untuk membunuh anjing tetangga. Mark yang melihat kejadian tersebut mulai merasa tidak nyaman dan berusaha mengadukan hal tersebut kepada paman dan bibinya. Namun, ia masih mengurungkan niatnya karena Henry berusaha menjelaskan bahwa kejadian tersebut hanyalah kebetulan semata, karena sebenarnya ia tak bermaksud membunuh anjing itu, melainkan hanya untuk menakutinya saja.

Di hari-hari berikutnya, perilaku Henry menjadi semakin aneh dan menakutkan. Ia menunjukkan sebuah boneka berukuran manusia yang ia sebut Mr. Highway kepada Mark. Henry mengajak Mark untuk melakukan hal yang seru dan menegangkan. Ternyata Henry bermaksud untuk melemparkan boneka itu dari atas jembatan penyebrangan jalan ke jalan raya yang di bawahnya dipadati oleh kendaraan. Cara Henry melakukan hal tersebut semakin membuat Mark ketakutan, karena Henry melakukannya tanpa perasaan bersalah sama sekali, seolah-olah ia tidak peduli bahwa tindakannya bisa mengakibatkan banyak jiwa melayang. Akhirnya, di jalan raya tersebut ada sepuluh mobil yang saling bertabrakan karena boneka ciptaan Henry.

Mark sudah tidak tahan untuk mengadukan tingkah laku Henry kepada paman dan bibinya, namun Henry selalu mnghalanginya dengan berbagai macam alasan dan malah memutarbalikkan fakta. Mark lalu menceritakannya kepada Dr. Alice Davenport, psikolog keluarga yang membantu Mark pada saat mengalami delusinasi. Namun Alice tidak mempercayai cerita Mark dan menganggapnya masih mengalami gangguan jiwa.

Bukan hanya mencelakai orang lain saja, bahkan Henry pun berusaha untuk membunuh adiknya sendiri yang masih berusia delapan tahun dengan cara mendorongnya ke lapisan es yang tipis pada saat bermain ice skating hingga adiknya tenggelam dalam genangan air dingin. Mark yang mengetahui kejadian ini akhirnya memberanikan diri untuk mengatakan pada bibinya, namun Susan tidak percaya dan mengatakan bahwa Henry adalah anak yang baik dan tidak mungkin melakukan hal tersebut.

Klimaks dari film ini terjadi pada saat Susan mulai merasa apa yang dikatakan Mark mengenai Henry adalah fakta, karena makin hari tingkah laku Henry semakin membuatnya curiga. Pada suatu hari, Susan menemukan boneka karet berbentuk bebek yang biasa digunakan Richard untuk mandi di “laboratorium” milik Henry. Susan mulai curiga bahwa Henry lah yang membunuh adiknya sendiri. Pada saat Susan mulai mencari bukti-bukti lainnya, Henry terlihat marah dan dendam pada ibunya. Ia berencana untuk membunuh ibunya.

Henry lalu mengajak ibunya berjalan-jalan dengan alasan ia sudah lama tidak melakukannya. Padahal ia berniat untuk membawa ibunya ke pinggir jurang dan akhirnya Henry mendorong ibunya ke jurang dan berusaha memukulnya dengan batu besar. Namun, Mark tiba-tiba datang dan berusaha menyelamatkan bibinya. Henry yang marah malah mendorong Mark juga. Namun ia ikut terperosok ke jurang. Susan yang sudah diselamatkan Mark berusaha menyelamatkan Henry dan Mark. Saat genggamannya sudah tidak kuat lagi menahan beban keduanya, ia harus memilih salah satu, siapa yang harus ia lepaskan. Akhirnya ia memilih melepaskan Henry.

Asumsi bahwa pengalaman adalah paling berpengaruh dalam membentuk perilaku, menyiratkan betapa plastisnya manusia. Ia mudah dibentuk menjadi apa pun dengan menciptakan lingkungan yang relevan. Watson pernah sesumbar:

Give me a dozen healthy infants, well-formed, and my own specified world to bring them up I’ll guarantee to take any one at random and train him to become any type of specialist I might select – doctor, lawyer, artist, merchant – chief and, yes, even beggar – man and thief. Regardless of his talents, penchants, tendencies, abilities, vocations, and race of his ancestors. (J.B Watson, 1934:104).

(Berikan padaku selusin anak-anak sehat, tegap, dan berikan dunia yang aku atur sendiri untuk memelihara mereka. Aku jamin, aku sanggup mengmbil seorang anak sembarangan saja, dan mendidiknya untuk menjadi tipe spesalis yang aku pilih – dokter, pengacara, seniman, saudagar, dan bahkan pengemis dan pencuri, tanpa memperhatikan bakat, kecenderungan, tendensi, kemampuan, pekerjaan, dan ras orang tuanya).

Pesan moral yang bisa diambil dari film ini adalah bahwa anak-anak bisa menjadi ‘orang lain’ yang bukan dirinya selama ini dan peran orangtua begitu penting untuk membentuk kepribadian anak. Sikap orangtua yang cenderung menilai anak dari hal-hal positif saja membuat orangtua menjadi hilang kontrol dan membiarkan anak hidup dengan caranya sendiri sehingga tidak bisa mengetahui apa saja yang terjadi dalam kehidupan anak. Kurangnya perhatian dan pola didik juga ikut berpengaruh untuk membentuk sifat pada anak.

Pesan lain yang juga tak kalah penting adalah oranngtua juga harus menghargai pendapat dan apa yang dikatakan oleh anak. Jangan berusaha tidak mempercayainya karena keidealisan sebagai orangtua. Mungkin saja apa yang dikatakan anak itu adalah hal yang sebenarnya jauh lebih baik daripada pikiran orangtua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar